Pentingnya Menghafal Alquran saat Menuntut Ilmu – Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus

Ditulis oleh Opik Oman berdasarkan tausiah Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus, Imam masjid As-Segaf, Tarim, Hadramaut, Yaman.

Sebagai seorang muslim, kita bertanggung jawab terhadap agama kita, yaitu Islam. Bentuk tanggung jawab itu adalah dengan memakmurkan Islam. Allah SWT telah memerintahkan kita untuk memakmurkan Islam lewat tiga cara; mencari ilmu yang bermanfaat, mengamalkan ilmu yang didapat, dan melakukan dakwah. Jika tiga hal itu dilakukan oleh setiap muslim, maka Islam akan menjadi agama yang besar.

Tiga hal di atas adalah sesuatu yang dilakukan oleh para santri dalam kesehariannya. Kegiatan mereka selalu tak luput dari belajar, mengamalkan ilmu, dan berdakwah. Maka bisa dikatakan, mereka adalah para penopang Islam kini dan nanti. Merekalah yang memakmurkan Islam, sekarang dan di masa depan.

Meski demikian, saat ini, para santri yang masih remaja, berada dalam waktu terbaik untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu, waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk belajar. Nanti setelah lulus dari pesantren, mereka diharap mampu mengamalkan ilmunya dan mengemban tugas dakwah.

Pada masa belajar tersebut, ada cara untuk mempermudah prosesnya, yaitu dengan menghafal Alquran. Mengapa demikian? Bukankah menghafal Alquran malah akan menyita waktu belajar?

Memang, jika ditilik dari sisi lahiriah, usaha menghafal Alquran akan menyita waktu belajar. Namun sebenarnya, itu akan membuat waktu belajar menjadi berkah. Sehingga meski hanya belajar sebentar, tetapi memberikan hasil yang lebih baik.
Hal itu karena dengan menghafal Alquran, hati akan terpenuhi dengan cahayanya. Jika hati terpenuhi dengan cahaya itu, maka kegelapan maksiat akan hilang.

Dalam sebuah kisah, diceritakan, Imam Syafi’i mengeluh kepada gurunya karena mengalami kesulitan dalam belajar. Maka sang Guru menasehati beliau untuk meninggalkan kemaksiatan, sekecil apapun, yang mungkin tak sengaja dilakukan, karena cahaya Allah (ilmu Allah yang penuh keberkahan) tidak akan diberikan kepada ahli maksiat.

Dengan menghafal Alquran, maka otomatis, seorang santri akan menjauhi maksiat. Karena Alquran dan maksiat tidak akan berada di hati yang sama. Jika hati seseorang bersih dari keinginan untuk bermaksiat, maka Allah SWT akan memudahkannya dalam menuntut ilmu. Belajar pun akan menjadi mudah dan berkah.

Dalam menghafal Alquran, seorang penghafal harus memperhatikan tiga hal. Yang pertama, dia harus memperhatikan ketartilan bacaannya. Tidak boleh ada yang salah dalam pengucapan huruf dan penerapan tajwid. Dia tidak boleh menghafal dengan tergesa-gesa sehingga lebih mirip kumur-kumur daripada membaca Alquran. Karena lancar dan benarnya hafalan lebih penting dari banyaknya hafalan.

Yang kedua, dia harus memperhatikan hafalannya yang lama. Meskipun sudah hafal, hafalan itu bisa hilang. Nabi SAW bersabda bahwa hafalan seseorang lebih cepat hilangnya dari unta yang terlepas dari ikatannya. Oleh karena itu, dalam periode tertentu, seorang penghafal harus mengulang hafalannya untuk kembali menguatkan ingatannya.

Yang ketiga, dia harus memperhatikan hafalannya yang baru. Artinya, seorang penghafal harus mencoba untuk menambah hafalannya hingga dia hafal seluruh Alquran. Meskipun satu hari hanya bisa menambah satu ayat, itu lebih baik daripada tidak menambah hafalan sama sekali.

*gambar Alquran diambil dari kompasiana.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *