Cerpen Santri: Tanggung Jawab

Oleh: Zaenab Al-Jizawi, 1 KMI
Hari ini, hari pertamaku bersekolah di pondok ini. Setelah satu minggu hanya mendengarkan nasehat dan berkenalan, aku sangat bersemangat hari ini. Karena hari ini adalah hari pertama di kelas, jadi kegiatan belajar-mengajar belum berjalan. Kami hanya berkenalan dan membuat struktur kelas.
“Ya, semua menunduk, tutup matanya…” Ustadzah Erna, wali kelasku memberikan aba-aba.
“Siapa yang memilih Farisa menjadi ketua kelas, angkat tangan!” Lanjut Ustadzah Erna.
“Yang memilih Zuyyin?” Ustadzah Erna menyebutkan nama temanku yang lain. Semua nama anak kelas satu A disebut oleh beliau.
“Ya, diangkat kepalanya…” kata Ustadzah Erna ketika semua nama telah disebut.
Aku pun mengangkat kepalaku, membuka mata. Dan kulihat, namaku terpampang di papan tulis. Ada satu orang yang memilihku.
“Ya, Zahriani ketua kelas, Risna wakil ketua, Zuyyin dan Lisa bagian kebersihan, Lisel dan Niswah bagian keamanan, Tiara dan Natasha bagian bahasa, Amerin dan Muthia bagian kesehatan. Ada pertanyaan?” Ustadzah Erna membacakan nama-nama yang berada di papan tulis, yang mendapat suara.
“Muthia?” Tanyaku sambil melihat sekeliling.
“Ana.” Seseorang, tepat berada di depan meja ustadzah mengangkat tangan.
“Anti Amerin?” Tanyanya, akupun mengangguk. Tiba-tiba kami saling terhubung sebagai bagian kesehatan kelas.
Ting….. Tong…….
Bel pulang pun berbunyi. Kami berkemas kemudian berdoa. Lalu kami kembali ke kamar kami masing-masing.
“Erin! Lia sick. Tolong urusin surat izinnya.” Dina berkata dengan bahasa campuran karena kami, santri baru, didorong untuk bicara bahasa Inggris atau Arab, meski masih terbata-bata. Dia memberikan surat izin kepadaku.
“What sick is she?” Tanyaku sambil mengisi tanggal dan bulan pada surat izin tersebut.
“Panas,” jawab Dina pendek.
Aku mengisi keterangan izin pada kertas tersebut. Dengan cepat, aku mengambil sepatu dan pergi ke unit kesehatan sekolah. Aku menyerahkan kartu izin tersebut pada ustadzah yang ada di sana.
“Siapa?” Tanya Ustadzah Hasna. Aku tahu namanya dari name-tag yang ia kenakan.
“Amalia Maisa ustadzah …” jawabku.
“Sakit apa? Orangnya mana?” Ustadzah Hasna menatapku dari atas ke bawah. Aku berkeringat dingin.
“Panas, orangnya tidur, Ustadzah …” kujawab dengan satu-satunya alasan yang ada di pikiranku.
“Besok lagi, orangnya harus ikut ya …” Ustadzah Hasna menandatangani surat izin dan menyerahkannya padaku.
Aku mengucapkan salam lalu pergi ke kantor pengasuhan. Selesai dari sana, aku pergi ke kantor Kulliyatul Mu’alimin al-Islamiyah (KMI). Baru saja aku tiba di sana, bel masuk kelas sudah berbunyi. Aku panik. Segera setelah mendapat tanda tangan dari ustadzah di sana, aku berlari menuju kelas. Kulepas sepatu, lalu kutaruh asal-asalan di atas rak. Lalu aku masuk kelas.
“Dari mana?” Tanya Ustadzah Naura.
“Kantor KMI, Ustadzah …” jawabku takut-takut.
“Ngapain?” Ustadzah Naura mengamatiku dari atas sampai bawah.
“Engg … minta surat izin yang sakit, Ustadzah,” jawabku sambil menunduk.
“Hmmm … ya, besok lagi mintanya setengah jam sebelum pelajaran dimulai ya. Sekarang sini, kerjakan soal yang ada di papan tulis.” Ustadzah Naura memberikan spidol padaku.
Ingin rasanya aku mengundurkan diri dari jabatanku di kelas. Meski sudah beberapa kali kuberitahu teman-teman, yang sakit harus ikut pergi ke UKS untuk meminta izin, mereka tetap tidak mau melakukannya. Aku juga pernah memberi mereka keringanan. Kalau mereka tidak bisa mengikutiku ke UKS, minimal mereka memberi tahuku kalau mereka sakit sebelum pukul tujuh. Tetap saja, mereka tidak melakukannya.
Aku merasa tidak dihargai. Mereka tidak mau mendengarkan perkataanku. Mereka bahkan menyalahkanku bila ada temanku yang sakit tapi tidak ada keteranganya saat absen. Padahal, menurutku merekalah yang salah. Mereka yang tidak memperhatikanku walau sudah beberapa kali kuingatkan.
Aku bekerja sendiri sebagai bagian kesehatan kelas. Muthia rekanku, pindah sekolah dan tidak ada yang mau menggantikannya.
Namun, setelah kupikir-pikir lagi, aku bertekad untuk tetap berusaha. Bagaimanapun, Ustadzah Erna sudah mempercayaiku di bagian ini. Ini adalah tanggung jawabku. Aku akan melaksanakannya sebaik mungkin. Semangat!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *