Niat merupakan perkara yang amat penting dalam memulai segala aktifitas apapun bentuk aktifitas itu. Sesuatu akan bernilai ibadah jika dilandasi dengan yang baik. Namun jika salah niat akan berdampak pada sia- sianya perbuatan yang di lakukan. Menurut Imam Baidhawi, niat adalah ibarat sebuah gejolak hati yang sesuai dengan tujuan, baik dalam rangka ingin mencapai suatu manfaat atau menghindari suatu madharat pada masa skarang atau yang akan datang. Adapun menurut syara’ niat bisa di artikan sebagai sebuah keinginan untuk melakukan sesuatu dan mendapat ridha Allah swt.
Dari pengertian di atas, dapat diambil contoh, saat seseorang melangkah pergi ke masjid untuk shalat dan memang dalam hatinya ingin melakukan shalat, maka pada saat itulah orang tersebut bisa di katakan sudah berniat sholatdan akan bernilai ibadah karena niatnya benar.
Niat sesungguhnya adalah pekerjaan hati, bukan pekerjaan lisan. Karenanya, yang tahu persis niat seseorang hanyalah dirinya sendiri dan Allah. Niat tidak bisa di ukur dari ucapan lisan. Ucapan dalam bentuk kata- kata hanyalah sekedar sebagai ikrar, tidak lebih dari itu. Begitu pula niat tidak bisa diukur dari bentuk formalitas sesuatu pekerjaan
Dalam perspeketif ilmu fikih, niat sangat berpengaruh dalam menentukan amal perbuatan. Pengaruh niat terhadap status amal perbuatan setidaknya terlihat pada beberapa hal berikut:
Niat menjadi syarat mutlak ibadah
Firman Allah swt dalam surat al Bayyinah ayat 5:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Dan mereka tidak di perintah melainkan agar beribadah agar beribadah kepad Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya”
Kemudian dalam surat az- Zumar ayat 2:
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Maka beribadalah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan”
Berdasarkan pada kedua ayat tersebut, jumhur ulama menetapkan bahwa setiap amal ibadah harus didasari dengan niat ikhlas hanya untuk mencari keridhaan Allah swt. Ibadah tidak akan di terima Allah jika tidak di landasi dengan ikhlas tersebut.
Hal ini semakin di perjelas hadist berikut yang artinya:
“Sesungguhnya setiap amal itu harus dengan niat dan sesungguhnya masing- masing orang tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya (berniat) karena Allah dan rasulnya. Dan barang siapa yang hijrahnya (berniat) karena dunia yang akan di pereroleh atau karena sesorang perempuan yang akan di nikahinya maka hijrahnya akan (mendapat) apa yang dia kerjakan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadist diatas dapat di simpulkan bahwa adalah wajib sebagai landasan dari setiap amal, dan amal tidak akan sah jika tidak ada niatnya. Dalam ibadah mahdah, misalnya shalat
atau puasa, niat menjadi rukun, maka ibadah tidak sah dan di anggap batal jika rukun tersebut tidak terpenuhi. Dari sini maka niat sesungguhnya menjadi penentu sebuah ibadah. Di terima atau di tolaknya ibadah tergantung apakah dalam ibadah tersebut ada niat atau tidak.
2. Niat yang salah akan merusak ibadah
Niat sesungguhnya merupakan ruh dari amal. Amal sendiri sebenarnya akan mengikuti niat. Amal perbuatan akan menjadi benar jika niatnya juga benar. Sebaliknya, amalpun akan menjadi rusak jika niatnya salah. Niat yang salah akan adalah kehendak hati yang bukan kepada Allah swt. Contoh saat sesorang akan memberikan sesuatu kepada orang lain dengan niat agar ia mendapatkan simpati dari orang yang di beri, maka perbuatan itu tidak bernilai sedekah/ ibadah, meskipun harusnya perbuatan itu termasuk sedekah/ibadah
3. Niat bisa menjadikan yang mubah bernilai ibadah
Sesungguhnya semua amalan yang mubah bisa saja bernilai ibadah jika memang diniati untuk beribadah. Dengan demikian segala rutinitas itu karena Allah swt. Contoh: bekerja bisa bernilai ibadah jika diniati untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Belajar, membaca dan menonton pengajian di TV juga bernilai ibadah jika niati untuk mencari ilmu. Bahkan tersenyum kepada orang lain juga bernilai ibadah jika niat untuk menyenangkan orang lain. Kesimpulannya semua perbuatan manusia bisa bernilai ibadah jika diniati untuk ibadah.
Dari ketiga hal tersebut, bisa di ketahui bahwa niat memang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap amal kebaikan, bahkan bisa di katakana unsur niatnya yang menjadi penentu utama dalam setiap amal. Dan juga tidak semua amal bisa diniati ibadah, tidak semua tindakan bisa di jadikan sarana ibadah meskipun di niatai ibadah. Semua amal bisa bernilai ibadah jika amal tersebut tidak melanggar tata aturan Allah swt. Jadi, semua hal atau perbuatan yang di haramkan oleh Allah tidak bisa di lakukan dengan alasan niat ibadah. Tidaklah benar jika meminum khamr atau mengkonsumsi narkoba di niati agar tubuh menjadi vit sehingga bisa melakukan ibadah dengan giat. Demikian juga memberikan uang kepada seseorang dengan niat untuk bersedekah, padahal uang yang di berikan itu di dapatkan dengan cara yang haram. Kita bisa menjadikan sebuah perbuatan dalam bentuk apapun sebagai ibadah dengan syarat perbuatan itu bukan termasuk hal yang di haramkan oleh Allah . jika perbuatan tersebuat nyata – nyata dilarang agama, seberapun murninya niat tersebut tetap saja tidak akan berubah status haramnya menjadi halal atau saran ibadah. Renungkan hadist berikut:
“Sesunggunhya Allah tidak akan menghapus sesuatu yang buruk dengan sesuatu yang buruk pula, akan tetapi Allah akan menghapus sesuatu yang buruk itu dengan Sesuatu yang baik. Sesungguhnya yang kotor itu tidak akan bisa menghapus yang kotor” (HR. Ahmad).
(Mohammad Sholeh)
[Akrab Edisi 5 | Agustus 2017]
Bismillah, semoga kita bisa meluruskan niat dan ikhlas dalam beramal