Sragen-Muhadharah” adalah bentuk konkret pembelajaran Pondok Pesantren Ta’mirul Islam dalam melatih kemampuan orasi dan public speaking para santri. Formatnya sesederhana latihan pidato mingguan, namun teknis pelaksanaannya cukup menantang.
Nama Muhadhoroh sendiri diambil dari bahasa Arab, artinya kuliah atau penyampaian materi atau pidato. Seminggu tiga kali, para siswa sekolah menengah ini (setingkat SMP-SMA) berkumpul di satu ruang kelas yang dibentuk khusus untuk latihan bertutur di depan khalayak.
Satu kelompok diisi oleh sejumlah santri dari beberapa kelas, dicampur dalam satu forum orasi, dari kelas paling atas, sampai kelas paling bawah.
Khusus santri baru, mereka masih dikumpulkan dengan sesama santri baru, karena pendidikan tahun pertama di pondok memang didesain tertutup, dalam arti tidak mempertemukan anak baru dengan anak lama di hampir semua rutinitas.Untuk santri lama, dibuatkan sedikitnya tiga jenjang kelompok: Kelompok kelas 2 dan kelas 3, kelompok kelas 3 Intensif dan kelas 4, Sedangkan santri kelas 5 atau Pengurus Osti bertugas sebagai pembimbing.
Mereka berlatih bergantian. Sebelum pentas di depan kelas, santri yang mendapat giliran manggung harus membuat materi pidato, lalu menyerahkannya ke pembimbing untuk diperiksa dari sisi konten maupun bahasa penyampaian. Setelah itu, materi yang sudah disiapkan tadi harus dihafalkan.
Harap maklum, konsep pidato yang diajarkan di sini bukan pidato ala pejabat yang lebih senang membaca teks miliknya atau teks milik atasannya. Tapi ini benar-benar orasi dengan cara menuturkan isi kepala di hadapan banyak orang.Peserta kegiatan dalam satu ruangan dibagi ke dalam tujuh kelompok kecil yang berisi lima sampai tujuh santri sesuai urutan absen ruangan. Walhasil, satu sesi akan diisi dengan pementasan 5-7 orang orator.
Setiap minggu, para santri akan bertemu dengan tiga bahasa pidato: Arab, Inggris dan Indonesia. Pidato bahasa Inggris diadakan setiap Ahad siang, pidato bahasa Arab digelar setiap Kamis malam, lalu dilanjutkan dengan pidato bahasa Indonesia pada Sabtu malam.Tentu saja tujuan pendidikan dua sesi tersebut berbeda. Pidato Bahasa Indonesia dirancang untuk benar-benar melatih mental dan keandalan dalam bertutur di depan umum. Sedangkan Pidato Bahasa Inggris dan Arab untuk praktek berbicara satu arah dengan menggunakan bahasa asing samping melatih mental orasi.
Di akhir sesi latihan pidato, para pembimbing akan menyampaikan evaluasi untuk masing-masing pementas. Mulai dari aspek bahasa, pakaian, gerak tubuh, retorika, dan sebagainya. Pokoknya komplit.Puncak dari latihan public speaking adalah lomba pidato tiga bahasa yang diadakan saban tahun. Setiap kelompok muhadharah melakukan seleksi di antara para anggotanya.
Memang akan ada saja santri yang tidak suka satu-dua kegiatan belajar di pondok. Ada yang tidak suka muhadhoroh, ada yang tidak suka pramuka, dan sebagainya. Itu wajar, tapi rutinitas tiada henti yang diterapkan mesin pendidikan PP Ta’mirul Islam memaksa setiap orang menguasai semua ilmu secara bertahap dan perlahan untuk membentuk karakter anak.