Nama saya Abian Muhammad Al-Askari, ketua OSTI terpilih 2019/2020. Saya lahir di Boyolali pada tanggal 16 Mei. Lahir dari rahim seorang ibu bernama Mardiyatun. Ayah saya bernama Sutarno. S.T. Hobi saya adalah bermain hadroh. Masa kecil saya dihabiskan di Desa Asri, Kelurahan Malangan, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Saya menyelesaikan pendidikan dasar di MIN Boyolali.
Pada tahun 201,5 setelah lulus dari MI Negeri Boyolali, saya melanjutkan pendidikan di Ponpes Ta’mirul Islam Surakarta. Sebenarnya, sebelum memutuskan untuk mondok, saya berkeinginan untuk masuk ke SMP 2 Boyolali. Namun, saya ditawari budhe saya untuk mondok. Waktu itu saya hanya mengiyakan saja.
Saya mondok bersama tiga teman laki-laki sesama lulusan MIN Boyolali dan satu saudara sepupu. Karena adanya teman-teman ini, maka saya bisa langsung merasa nyaman dan kerasan berada di pondok. Sebelum masuk, saya melihat di brosur Ta’mirul Islam bahwa percakapan sehari-hari menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Saya kira dua bahasa itu hanya digunakan pada event-event tertentu. Ternyata, dua bahasa tersebut benar-benar digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Saya takjub mendengar kakak-kakak kelas yang saling berkomunikasi dengan bahasa Arab dan Inggris. Kadang mereka mengerjai anak baru. Contohnya, ada kakak yang menyuruh saya bicara ‘ana jaahilun.’ Kata mereka, itu artinya, ‘Saya tidak berbuat jail.’ Namun setelah selang beberapa waktu belajar bahasa Arab, saya tahu itu artinya ‘Saya bodoh.’
Sewaktu duduk di kelas 3 KMI, saya sempat tidak betah. Waktu itu ada beberapa teman mengejek saya dengan sebutan b******, hanya karena kulit saya lebih putih daripada teman-teman lain dan wajah saya termasuk kategori baby face. Alhamdulillah, saya diberi kesabaran dan ketabahan oleh Allah untuk menghadapi cobaan itu.
Di kelas 3 KMI, saya belum merasakan persahabatan yang kuat dengan seluruh teman seangkatan. Namun, setelah naik kelas 4 KMI, banyak teman yang keluar. Biasalah… seleksi alam. Maka persahabatan kami menjadi tambah erat karena tak ingin kehilangan seorang teman lagi.
Apalagi, di kelas 4 KMI, banyak kegiatan kepanitiaan yang diamanatkan oleh pimpinan pondok kepada kami. Saya biasa ditunjuk menjadi sekretaris di setiap kepanitiaan. Sejak saat itu, saya menjadi lebih memperhatikan hal-hal yang kecil. Karena apabila terjadi suatu kesalahan dalam surat menyurat dan dokumentasi, seremeh apapun, saya akan terkena teguran pembimbing. Meski selalu ditunjuk sebagai sekretaris, saya tidak hanya bekerja di belakang meja. Saya terkadang juga keluar ke lapangan untuk membantu teman-teman dari seksi lain.
Saat duduk di kelas 5 KMI, karena dinilai memiliki kelebihan di bidang bahasa, saya dimasukan dalam sepuluh kandidat Ketua OSTI 2019/2020. Padahal sebenarnya saya hanya ingin menjadi sekretaris, seksi yang sudah sangat familiar buat saya.
Saat pemungutan suara santri, saya hanya mendapatkan 10 suara dari seluruh suara santri yang masuk. Adapun yang tertinggi mendapatkan 40 suara. Saya tidak masuk dalam lima besar. Maka saya sudah santai. Saya merasa tidak akan dipilih oleh dewan asatidz menjadi ketua OSTI.
Namun kemudian, kesepuluh kandidat Ketua OSTI dipanggil oleh Bapak Pimpinan Pondok. Dalam pertemuan itu, kami diberi satu pertanyaan, yaitu tentang apa yang ingin kami ubah di pondok ini. Sepuluh jawaban pun terucap silih berganti. Jawaban-jawaban para kandidat berkisar tentang kebebasan berfikir, perbaikan adab dan akhlak, hingga kebersihan. Saya sendiri menjawab, bahwa jika saya menjadi ketua OSTI, saya akan berusaha menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) bagi semua santri. Itu karena saya sendiri berfikir bahwa di antara Panca Jiwa, jiwa keteladanan-lah yang masih kurang terlihat. Setelah itu, kami dipersilakan pulang.
Lalu tibalah saat pelantikan pengurus OSTI 2019/2020. Para calon pengurus berdiri di luar ruangan sambil menunggu nama dan jabatan baru mereka dibacakan. Tidak ada satu pun dari kami yang tahu jabatan yang akan kami emban.
Sang Ustadz memanggil kami satu persatu. Lalu tibalah giliran ketua OSTI.
“Ketua OSTI … Abian Muhammad Al-Askari!’’
Semua santri langsung riuh menyambut. Saya sangat kaget ketika terpilih menjadi ketua OSTI. Saya berjalan ke atas panggung dengan agak linglung. Diiringi tepuk tangan, dukungan, dan teriakan-teriakan yang menyemangati.
Di atas panggung pelantikan, saya terngiang kembali dengan visi saya sebelumnya. Menegakkan kebenaran dan meluruskan kebatilan serta memperbaikinya dengan cara menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan bismillah, saya panggul amanah ini.
Begitulah sekelumit tentang bagaimana saya terpilih menjadi ketua OSTI ke-32. Harapan saya, dengan bantuan dari seluruh pengurus OSTI, saya bisa membuat pondok menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
(Ditulis oleh Sofi dan Abian, dieditori oleh Opik Oman)