Oleh: Farisa Hasna Syahidah
Namaku Angelia Putri Hasanah. Aku biasa dipanggil Angel. Aku bersekolah di SMPIT Cemara Indah. Rumahku berada di Jalan Mangga no. 2 Banyumas.
Aku mempunyai tiga sahabat, yaitu Safira Laila, Risa Aisha, dan Bulan Raisha. Nama panggilan mereka adalah Fira, Risa, dan Bulan. Namun sayang di antara kami berempat ada salah satu yang memiliki keterbatasan, yaitu Bulan. Dia mengalami kebutaan karena kecelakaan dari kelas tiga SD.
Saat ini kami duduk di kelas 2 SMP. Tapi Bulan tidak sekolah bersama kami karena keterbatasannya.
Pada suatu hari, di sekolah, saat pelajaran olahraga, tiba-tiba, Fira pingsan. Lalu, dengan cepat aku dan Risa menangkapnya.
Fira, Fira, kamu kenapa?” Tanyaku.
Lalu, guru olahraga kami berkata, “Cepat, bawa Fira ke UKS!”
Lalu aku, Risa, dan beberapa teman yang lain segera membawanya ke UKS.
Beberapa menit kemudian, dokter UKS pun datang dan langsung memeriksa keadaan Fira. Lalu, dokter itu berkata, “Segera panggilkan wali kelas ke sini!”
Segera aku memanggil wali kelas kami, yaitu Ustadzah Fari. Tidak lama kemudian, aku dan Ustadzah Fari sampai di UKS.
“Segera hubungi orang tua Fira dan segera bawa dia ke rumah sakit terdekat, karena detak jantungnya sudah lemah.” Ucap dokter itu.
Setelah itu, kedua orang tua Fira datang dan segera membawa Fira ke rumah sakit. Aku dan Risa hanya dapat berdo’a demi kesembuhan Fira.
Setelah pelajaran berakhir, aku dan Risa ke rumah sakit tempat Fira berada.
Aku dan Risa bertanya kepada seorang suster, “Maaf suster, saya mau tanya, kamar pasien yang bernama Safira Laila di mana, ya?”
“Oh, pasien itu berada di ruang Anggrek nomor tiga,” jawab suster itu.
“Oh, terima kasih, Sus,” balasku.
Setelah kami tiba di ruang Anggrek nomor tiga, kami melihat kondisi Fira memburuk.
Tak lama setelah itu, ia berkata kepada kami berdua, “Tolong janggan beritahu Bulan, kalau aku sedang sakit di rumah sakit.”
“Iya,” balas kami.
Tiba-tiba, nafas Fira mulai tersengal, lalu ia berkata kepada kami, “ Tolong, setelah aku tiada, tolong donorkan mataku pada Bulan.”
“Jangan ngomong kayak gitu, Fira,” jawabku.
“Laa ilaaha illalaah…” Setelah mengucapkan kalimat itu, Fira memejamkan matanya untuk selamanya.
Dua jam kemudian, Bulan kami ajak ke rumah sakit tempat Fira berada. Segera beberapa dokter membawa Bulan ke ruang operasi dan segera mengoperasi mata Bulan dari donor mata Fira.
Setelah operasi berhasil, Bulan dibawa ke ruang rawat jalan.
Sesampainya di ruang rawat jalan, Bulan berkata kepada kami, “Siapa yang mau mendonorkan matanya untukku sehingga aku dapat melihat?”
“Fira…” jawabku pelan.
“Lalu, di mana Fira?” Tanyanya khawatir.
“Sudah tenang di sisi Allah SWT,” jawab Risa.
“Apa!” Bulan kaget.
Kami berdua hanya bisa diam dan saling tatap.
“Setelah ini, bawa aku ke makam Fira,” pinta Bulan.
Aku dan Risa pun mengangguk.
Tak lama kemudian, kami berangkat ke pemakaman Fira.
“Makasih, Fira, atas pengorbananmu untukku…” ucap Bulan sambil menangis di samping makam Fira.
Aku dan Risa memeluk Bulan. setelah Bulan tenang, kami pun pulang.
Bagiku, ini adalah hal yang sangat sulit untuk dilupakan. Benar-benar keadaan yang membuatku tertekan.
Lalu kami menjalani hari-hari kami tanpa bersama Fira. Tetapi, kami merasa selalu ada Fira di tiap-tiap hari kami. Karena jasa dan pengorbanan Fira , kami selalu merasa bahwa Fira masih hidup di dalam diri Bulan. (Tamat)