KhutbahSyamiyah: Manifesto KebangkitanUmat Islam

Buku ini merupakan hasil dari ceramah Badiuzzaman Said Nursi yang telah disampaiakn di masjid Jami Umawi Damaskus dihadiri oleh banyak orang dimana jumlah jamaahnya mencapai 10 ribu orang. Mereka mendengar menyimaknya dengan sangat antusias.Karena itu, tidak aneh ketika khutbah tersebut dicetak untuk pertama kalinya hanya dalam beberapa hari langsung habis sehingga harus dicetak ulang dalam waktu seminggu. Hal ini terjadi pada musim dingin tahun 1911 M, yaitu sebelum perang dunia  pertama berkecambuk. Sehingga perang terus terjadi sampai bintang Daulah Utsmani lenyap dari peredaran. Kemudian pada masa-masa ujian mulai dihadapi oleh Syeikh Nursi lewat rangkaian penahanan, pengasingan, serta proses peradilan. Hal tersebut terus bergulir hingga tahun 1950M.

Sepanjang tahun-tahun kesulitan tersebut, beliau tidak sempat menelaah ulang ceramah diatas. Bahkan beliau tidak sempat melihatnya. Beliau baru melihat dan membacanya ketika diberi kiriman salinannya tahun 1951 oleh salah seorang sahabatnya di kota Van. Pada waktu itulah, beliau sedang berada dalam pengasiangannya di Emirdag, menelaah kembali ceramah yang pernah disampaikan 40 tahun yang lalu dan kemudian mulai menerjemahkannya ke dalam bahasa Turki, atau lebih tepatnya direvisi kembali dan diedit ulang. Ceramah tersebut ditambah dengan sejumlah alinea baru dan catatan kaki yang penting. Sementara bagian yang membatasi bentuk universalitasnya dihilangkan,  dan sejumlah persoalannya dialihkan keberbagai bagain RisalahNur, lalu ia ajarkan kepada kelompok muridnya.

Secara umum, buku ini terdiri dari beberapa penjelasan, sekitar ada 6 kata dari buku tersebut. Secara gambaran, beliau menjelaskan bahwa di masa kini dan di tempat ini terdapat enam penyakit yang membuat ummat Islam berhenti di depan pintu abad pertengahan; saat orang-orang asing (khususnya Eropa) terbang menuju masadepan. Pernyakit tersebut adalah: pertama, lahirnya keputusasaan yang sebab dan factor pemicunya ada pada kita sendiri. Kedua, pupusnya kejujuran dalam kehidupan social dan politik kita.Ketiga, senang bermusuhan. Keempat, mengabaikan sejumlah ikatan cahaya yang menyatukan antar orang beriman. Kelima, penindasan yang menyebar seperti sejumlah penyakit yang menular.Keenam, perhatian yang hanya tertuju pada kepentingan pribadi. Beliau tidak hanya menjelaskan enam penyakit tersebut,  namun juga menghadirkan penawar dan obat dari keenam penyakiy tersebut melalui apa yang ia peroleh dari limpahan apotik al-Qur’an yang menyerupai fakultas kedokteran dalam kehidupan social kita, pembahasan ini termasuk dalam pembahasa inti dari buku ini. Enam penawar dan obat dari penyakit tersebut adalah pertama harapan, maksudnya adalah sangat mengharapkan rahmat Allah dan yakin kepadanya.Harapan kebahagiaan dunia Islam khususnya khilafah Utsmaniyyah semakin dekat, terutama kebahagiaan bangsa Arab dimana kemajuan dunia Islam bergantung pada kebangkitan dan kesadaran mereka. Dan ia menyatakan secara tegas:  “Masadepan akan menjadi milik Islam dan hanya untuk Islam serta kekuasaan hanya akan menjadi milik hakikat al-Qur’an dan iman. Karena itu, kita harus ridha dengan takdir ilahi serta pasrah kepada-Nya. Sebab, kita memiliki masadepan yang cerah. Sementara bagi orang-orang asing masa lalu yang kelam”.

Kedua, putus asa adalah penyakit yang mematikan.Penyakit ini telah banyak menyebar dan mengalir di jantung dunia Islam. Dan juga yang memadamkan semangat kaum muslimin untuk memperluas kekuasaan dan dakwah Islam ke penjuru Timur dan Barat. Maka dari itu, ia menyarankan untuk tidak berputus asa dalam semangat dakwah Islam dengan berpedoman pada ayat : “Janganlah kalian putus asa dari rahmat Allah” (Q.S Az-Zumar: 53″). Dan juga hadits Nabi : “Apa yang tidak bias diraih semuanya, tidak ditinggalkan keseluruhannya”. Ketiga, Kejujuran adalah Prinsip Islam. Kejujuran merupakan sumbu dalam kehidupan sosial Islam. Adapun riya’ adalah sejenis dusta praktis. Kejujuran dan kebenaran merupakan salah satu dalam iman. Ungkapannya sangat menggetarkan : engkau harus jujur dalam setiap ucapanmu, akan tetapi tidaklah benar jika engkau mengutarakan semua kejujuran. Apabila dalam keadaan tertentu kejujuran bisa menimbulkan bahaya, maka lebih baik diam. Sementara berdusta sama sekali tidak diperbolehkan.

Keempat, Cinta. Diantara yang dipelajari dari kehidupan social manusia sepanjang hidup dan diantara yang diperoleh dari sejumlah studi adalah bahwa yang paling layak dicintai adalah cinta itu sendiri serta yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri. Cinta ini adalah solusi obat dan penawar dari sebuah penindasan yang menyebar seperti sejumlah penyakit yang menular. Kelima, Kebaikan dan Keburukan yang berlipat ganda.Ini merupakan solusidari perhatian yang hanya tertuju pada kepentingan pribadi. Berkat ikatan suci yang mengikat umat Islam, kaum muslim seluruhnya laksana sebuah keluarga. Keenam, Musyawarah. Kunci dimana kabahagiaan umat Islam dalam kehidupan social mereka adalah musyawarah, karena musyawarah yang benar akan melahirkan keikhlasan dan kesetiakawanan. Hal ini merupakan solusi dari akibat permusuhan antar umat. Di akhir buku tersebut dijelaskan tentang lampiran-lampiran penting, diantaranya tentang penjelasan hegemoni agama dengan nasionalisme. Dimana beliau menjelaskan keduanya tidak bias dipisahkan, karena itu hanya bersifat simbolik dan lahiriah saja.

Peresensi bias menyimpul kan bahwa buku ini memiliki kelebihan penjelasan yang mudah dan menghadirkan dengan realitas yang ada, sehingga layak untuk dibaca kalangan umum maupun akademisi, juga buku ini dapat mengantarkan seseorang pada semangat dakwah Islam. WallahuA’lam.

 

JudulAsli                     : Al-KhutbahAsy-Syamiyah

JudulAsli                     :KhutbahSyamiyah: Manifesto KebangkitanUmat Islam

Penulis                         : Badiuzzaman Said Nursi

Penerjemah                  : FauziFaishalBahreisy

Penerbit                       : RisalahNur Press, Tangerang Selatan-Banten

Cetakan                       : 1, Mei 2014

Halaman                      : xiv + 106 halaman

Peresensi                     : Achmad Reza Hutama Al Faruqi, S.Fil.I

[AKRAB Edisi 6 | September 2017]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *